Pages

Monday, August 19, 2013

Harvest Cakes - Pegawainya Tak Semanis Kuenya


Gue selalu menyukai segala cakes dan dessert yang creamy. Anything, asal ga mengandung buah dan bukan black forest karena itu ada buahnya. Nah ini adalah kisah tentang brand yang dulunya jadi favorit gue.

Jauh sebelum gue kenal dahsyatnya Cafe Sweets, Hong Kong Cafe atau bahkan the very standard cakes of Starbucks, Ibu pulang ke rumah bawa Harvest Cakes Triple Chocolate. Rasanya yang enak, creamy dan perfect membuat gue kagum banget sama kue ini. Dulu cakes itu umumnya roti biasa yang cenderung bolu-based, belum jamannya red velvet atau kue yang harus selalu dingin biar ga meleleh dan berair macem produk Harvest.

Saking enaknya, cakes 20x10cm itu gue habiskan sendirian. Lalala, rasanya orang rumah yang lain cuma makan 3-4 potong.

Nah, minggu berikutnya Ibu kembali bawa Harvest Cakes. Kali ini Tiramisu. Gue sempet bete karena gue ga doyan bubuk pahitnya tapi Ibu bilang "Ih ini enak, coba dulu deh!" dengan terpaksa gue coba... Dan ternyata memang beneran enak banget. Sejak saat itu, gue bahkan menjuluki Harvest Cakes sebagai kue surga. Agak lebay tapi gimana dong, itu kan kejujuran anak SD :p Lagipula rasa produk Harvest memang jauh diatas standard cakes di Indonesia, well lagian Harvest emang bukan standard brand sih. They sell premium cakes. 

Gue mulai penasaran dengan outlet Harvest Cakes. Akhirnya Ibu ngajak gue untuk ke cabang Jl. Sunda, cabang yang selalu dia kunjungi karena dekat dengan kantornya. Gue masih ingat first impression saat gue mengunjungi outlet Harvest. Pegawai yang menyapa dengan ramah diselingi jokes kepada gue dan Ibu. Gue juga kagum dengan berbagai jenis cakes yang ada dan tampak sangat yummy. Sayang seribu sayang, gue ga bisa memilih dengan leluasa karena banyak cakes yang harus buru-buru masuk kulkas. Agak kecewa sih cuma karena rumah jauh di Bogor jadi ga bisa beli ice cream cakes, tapi toh pilihan cakes dengan ketahanan 4jam di luar kulkas cukup memuaskan. 

Hidup gue pun mulai ga bisa lepas dari Harvest. Kalo Ibu nelpon dari kantor dan nanya mau dibeliin apa, pasti gue bilangnya Harvest aja. Belum lagi line Harvest yang baru gue kenal beberapa tahun belakangan sukses bikin gue makin addicted yaitu Vanilla Sable cookies. Akhirnya gue khatam berbagai produk Harvest. Bahkan gue sempet minta Oreo Ice Cream Cakes dari Harvest di hari ulang tahun gue yang ke 10 karena penasaran banget sama rasanya dan gue adalah maniak Oreo tapi ga pernah bisa beli karena again, rumah gue di Bogor dan gue selalu ke outlet Jalan Sunda.

Berkunjung ke Harvest was always nice. WAS. Sampai akhirnya segala good impression itu dihancurkan oleh Harvest Cakes Bogor yang duh, lebih dari menyebalkan. Gue ga cukup puas dengan hanya mengatakan 'pelayanan buruk' setelah berbagai pengalaman yang baik di cabang lain. Semua excitement atas pembukaan cabang baru Harvest yang finally deket rumah gue itu hilang berganti oleh kekesalan tiada akhir.



Itu adalah suasana outlet Harvest Cakes Bogor tanggal 12 Agustus 2013 sekitar pukul 12.00
Tidak ramai. Seriously, puncak keramaian outlet tersebut udah lewat.

Jadi... Sama sekali tidak ada pegawai yang ramah menyapa. Boro-boro nyapa, senyumpun engga dan itu merata alias semua pegawai saat itu di area lantai 1 memberikan kesan jutek yang sama. Dimulai saat gue akan order es krim. Ada mas-mas di belakang etalase es krim tapi dia sangat cuek melihat 3 orang berdiri di depan etalase es krim. Cuek. Gue panggil sekali, jawabnya "Bentar." beberapa menit, belom tampak gue bakal dilayani. Akhirnya gue panggil lagi, baru deh nengok dan itu pun ga langsung take order.

Berlanjut ke kasir... Ini sangat lelet dan jutek. Dia harus ganti roll nota karena saat itu habis dan dia bahkan ga punya cutter. Jadi gue sempet nunggu dia berusaha buka gulungan roll nota tersebut, wasting time. Belum lagi muka tertekuk dan terima kasih yang not even sincere.

Saat gue mau nambah orderan, mas-mas yang bertugas untuk take order di bagian cake sedang berbicara dengan pelanggan lain. However, setelah dia beres dengan pelanggan tersebut, dia tidak langsung mencatat order gue padahal saat itu tidak ada antrian pelanggan maupun fans beliau. Z.

Aa-aa di bagian pengambilan cakes sempet manggil nama yang sama dengan nada bete beberapa kali dan ga ada yang dateng. Ternyata dia manggil gue, dengan ejaan yang salah. Ketika gue datang untuk mengambil 1 slice Red Velvet gue, dia dan gue jadi sama-sama bete, galak + jutek. Yuk bete-betean, om! Pasang soundtrack Bete-nya Manis Manja sekalian.

Gue lalu kembali duduk menunggu cakes orderan yang tersisa (1 Triple Chocolate biggest size - size berapa tuh, gue lupa) yang sangat lama karena ternyata orderannya sempat salah wording atau gimana, entah. Ibu gue sampe ga tahan dan marah. Sambil menunggu, gue pun menulis ke Twitter dan contact resmi di website Harvest Cakes. I got my tweets replied from their online team but there's no follow up from the related outlet. I expect nothing but from the way they treat their customers, I can see that they just want to sell products. High quality products, fullstop.

There's no commitment nor willingness to take care of their service quality. Gue ga bisa directly judge satu persatu karena mungkin si mbak kasir capek belum libur lebaran sama keluarga, si mas es krim lagi kepanasan meski berdiri deket-deket es krim, lalu akang bagian cakes lagi bete karena pelanggan banyak nanya atau aa yang di station tempat pengambilan order deket macarons bete ditanya-tanya pelanggan yang berapi-api mulu karena orderannya lama dateng. Tapi is that the right excuse to not prioritize the satisfaction of your customers? Bahkan meski mereka bergerak bukan di bidang jasa.

Dengan begini, cerita manis gue tentang kue surga berakhir. Karena siapa yang mau sih beli kue yang meski rasanya surgawi kalo yang jaga macem satpam pintu neraka?

Mujigae Resto - Tech Dining for K-Addict

Gue fascinated banget sama Korean Resto yang satu ini, Mujigae - bibimbap & casual korean food.

Berlokasi di Cihampelas Walk, Mujigae punya kapasitas cukup besar tapi tetep bisa membuat orang mengantri di depan saking lakunya. Ga heran sih, dari designnya pun udah menarik. Mereka menggunakan infokus yang memutarkan tayangan Running Man, iklan mereka, foto dari iPad di tiap meja dan video-video K-Pop request customer yang sedang dining. Semua di layar yang berbeda, menghibur banget ga sih?

Soal iPad... Yep, tersedia iPad di setiap meja. Gunanya untuk liat menu, order, manggil waittress, foto dengan template ala Korea, main game dan request video K-Pop. Setiap pegawai yang berciri khas kacamata less lense full frame ala Korea itu juga megang gadget untuk alert setiap ada panggilan dan orderan. Gue suka cara mereka menggunakan teknologi tanpa membuat harga makanannya jadi selangit. Teringat resto seafood yang punya tagline harga kali lima, rasa bintang lima. Disana pegawainya juga dilengkapi iPod touch tapi bikin gue emosi karena Wi-Fi yang dibuka hanya untuk mereka. Lagipula harga makanan di resto seafood tersebut jadi ga murah mengingat porsinya yang kecil banget. Ga customer oriented nih, belajar sama Mujigae dulu coba.


Ddak galbi + fried oden mix package
Bukannya Kpop biased, tapi Mujigae ini emang resto yang beneran nyaman buat dijadiin tempat nongkrong sekalian makan enak, kenyang dan murah. Paket ayam yummy dan sehat karena bukan fast food harganya kurang dari 40ribuan aja. Harga makanan termahal pun ga lebih dari 70.000 untuk barbeque ala Korea gitu. 

Korean fried chicken from Mujigae

The tastiest dish from Mujigae yang selalu gue rekomendasikan ke semua orang adalah... KOREAN FRIED CHICKEN! Harganya cuma 21ribu nett (July 2013) untuk satu porsi yang lumayan besar dan rasanya dahsyat banget! Ayam boneless ini bumbunya unik, pedas manis khas korea. Tapi yang paling nendang itu tekstur ayam dan kulitnya yang pas, light dan match. Selalu kangen dan selalu pengen ngemil ini dimana aja. Tapi ya masa harus ke Bandung tiap hari :(


recommended drink
Minum yang ditawarkan agak aneh-aneh. Well, kalo doyan gapapa sih tapi gue sempet bingung awalnya mau mesen apa. First visit, gue pesen Korean Tea. Rasanya ga spesial, biasa banget. Baru akhirnya gue memutuskan untuk nyoba Citrus Honey White Tea yang ternyata segar, enak dan unik. Manisnya pas dengan rasa yang bener-bener fresh. Harganya 16ribu aja ;)

Definitely bakal balik lagi ke Mujigae meski kadang ngantrinya suka ga kira-kira ataupun mas-masnya suka rada lama saat resto lagi padet-padetnya. Atmosphere dan foodsnya bener-bener a big point for me.

Sayang seribu sayang, Mujigae baru ada di Cihampelas Walk Bandung dan soon di Jakarta Selatan (atau mana yaa gue lupa). Dengan segala cinta gue buat Korean Fried Chicken-nya Mujigae, gue harap Mujigae segera buka cabang di Bogor atau Jakarta Pusat. Love!


Menu dan contact mereka check di Twitter mereka @MujigaeResto atau website di mujigaeresto.com

Thursday, May 30, 2013

Sriwijaya Air Business Class : Worth But...



On May 26, 2013 I finally tried the business class of Sriwijaya Air on flight SJ 593 Makassar/Ujung Pandang (UPG) - Jakarta (CGK).

I'm not an aviation geek but I'm a passionate writer so I decided to post a review.

As a business class passenger, we got access to the Blue Sky Executive Lounge. The lounge was incredibly nice compared to average airport lounge in Indonesia but still can't beat the Garuda Executive Lounge at Soekarno Hatta yet. In Sultan Hasanuddin Airport, there was no special counter for business class passenger but it was no trouble because the queue was not bad and I know that they only have 8 seats for business class.

At the time of boarding, one officer picked us at the lounge and brought us to the airplane. As usual, we didn't transfer from the terminal to the airplane using the platform bus but business class passenger car.

The aircraft was Boeing 737-800 named Kepercayaan (trust). It looked relatively new for Sriwijaya Air as they mainly use ex-aircrafts. I checked on planespotters, the aircrafts is currently the youngest (in age) fleet of Sriwijaya. The oldest is 25 years old baby, Cantik.

I like how the flight attendants greet you with their unique greeting. They were nice and friendly too. Smile all the time, have a good manner and polite.

nice space, new seat
I surprised with the new seats. The last time I boarded on Sriwijaya, the seats were old and ... can I say ugly? But this time it looked fresh and comparatively clean for this airlines's standard.

panel on seat, kinda dusty

seat
What always bother me on every Sriwijaya flight is their cleanliness. Most of the time you can easily find annoying dust (because they really ruined the look) or small trashes on their carpet. This time I spotted a red  candy plastic inside the brochure/newspaper stand. Not to mention the dusty armrests and panel.

There was no in-flight entertainment. I don't know if this apply to all Sriwijaya fleets or not.

today's inflight meal with choices of chicken or fish

Mom already took the grapes from the fruit bowl
The inflight meal was decent. It's Philippine Airlines economy standard but okay laa. We got sweet steamed cakes, bread and jam and of course nasi (rice) + grapes. My mom asked for fruits platter but they gave grapes instead. Only grapes, I mean. Plus point, now they have milk! I didn't get to drink on my last flight to Singapore by Sriwijaya because they didn't have milk that time hahahaha.

I slept for the half journey and when I woke up, I realized that someone put a blanket on me. My bro said it was the male FA. My question is, why don't they give us blanket at the first place so we can feel warm earlier? The blanket size was also unique. It cannot cover your upper arm till your feet because it was pretty short. Unless you sleep like a cat hahaha.

When we finally landed and parked safely, one of the attendants asked the ground staff about the car that supposed to pick business class passenger. I didn't hear what the response was but the car was just not available so yeah, we socialized (say it with style! hahaha) and used the regular bus.

The most upsetting time was when we waited for our baggage. We only got two checked-in luggage and we expected to get our luggage fast with the priority tag but yeah, we had to wait as well. Some ground staffs helped us in finding our luggage sih, so we just had to stand near the collect point.

Overall, it was a nice standard flight that worth the price (regular price for this sector estimated $210). I definitely would fly Sriwijaya Air again with this aircraft. One main point, Sriwijaya should always control the cleanliness of their fleets. I normally choose other airlines over Sriwijaya mainly because of my past experiences spotting trash and dust. Come on, they have good customer service, nice and friendly staff/attendants, competitive price, in-flight meal (it's becoming rare and expensive these days, thanks to LCC) and flexible baggage. It's too bad to lose customer on cleanliness standard when they're almost perfect in other aspects.

My suggestion is to add dessert or cold cakes, because this is always my expectation on any flights. So far I only found dessert in Garuda Indonesia business class (for domestic route, international route always give dessert laah). Fruit platter should be always available as well. I have no complain on the attendants nor the whole experience because we only paid for economy class, he he he.

Tuesday, March 19, 2013

Crazy Crying Lady


Crazy Crying Lady ini judul aslinya Madame Ho. Daya tarik utama film ini sebenernya Chompoo Araya sih. Cewek Thailand maha seksi ini emang udah legendaris banget. Tapi di film ini, dia berperan sebagai Ho aka Kanlaya Huesakul, si tukang nangis yang ga bisa menyelesaikan masalah-masalah hidupnya.

tonton dulu trailernya disini.

Cerita dibuka di sebuah SD saat seorang guru bertanya, "Mau jadi apa kalau sudah besar?" lalu Ho pun menjawab bahwa dirinya ingin menjadi seorang Ibu dan punya anak. Sang guru memintanya untuk menjawab dengan lebih serius dan bahkan berteriak, "Ada yang bisa memberikan jawaban yang serius?" dan membuat Ho menangis.

Ho ternyata anak yang pintar. Ia mendapat nilai ujian tertinggi di sekolahnya dan diberikan piagam penghargaan. Karena senang, Ia berlari pulang dan ingin mengabarkan hal ini kepada seluruh keluarganya. Sesampainya di rumah, hanya ada Ayah dan adik laki-lakinya. Ho pun bertanya dimana Ibu dan kakak perempuannya namun ayahnya berkata bahwa mereka kecelakaan...

Flash forward, Ho udah jadi cewe cantik (Chompoo Araya masa ga cantik) yang masih sering menangis. Banyak masalah di kehidupan keluarga Ho seperti adiknya yang ingin menjadi gay, bahkan dengan mengubah nama menjadi Nana dan mengimplan payudara sampai mengupload video tutorial pengetahuan gay ke Youtube lalu ayahnya yang veteran tentara dan selalu berpakaian seragam kemanapun kecuali saat sedang menyamar. Penyamaran ayahnya jadi daun susah diliat loh hahahaha. Meski sebenarnya ini masalah serius, tapi disampaikan dengan lucu dan ringan serta kadang-kadang menyebalkan karena terlalu cheesy.

Untuk kehidupan pribadinya sendiri, Ho berpacaran dengan lelaki maha banyak gaya, Boyd. Si Boyd ini suka banget bergaya gila pake istilah bahasa inggris (mukanya emang bule dan pronunciationnya oke sih). Di kebanyakan pertemuan, mereka selalu bertengkar. Ho sebenernya ngerasa ga cocok sama Boyd cuma ia ingin terus berusaha yang terbaik. Lalu dimana peran Doc, yang dimainkan oleh Lek Teeradetch? Doc ini selalu jadi tempat sampahnya Ho, selalu nemenin Ho kapanpun dimanapun. Doc juga selalu menghibur Ho dan memberikan cara-cara gila untuk menghentikan tangisan Ho.

Penonton dipusatkan dengan masalah-masalah disekitar Ho sampai akhirnya ada hasil check-up yang menyatakan bahwa rahim Ho kadaluarsa dan harus segera diangkat. Jika ingin mempunyai anak maka Ho harus melakukannya sekarang. Akan tetapi karena belum menikah dan masih perawan, Ho bingung. Sahabat-sahabat Ho termasuk Doc pun merancang bulan madu untuk Ho dan Boyd. Akan tetapi semua berantakan dan gagal. 2 sahabat perempuan Ho memberitahu hal ini kepada Doc dan Doc terlihat sangat senang. Disitu mereka mulai mencurigai bahwa Doc sebenarnya suka dengan Ho.

Disisi lain, Ho diceramahi oleh adik dan ayahnya karena ia tetap bertahan dengan Boyd. Ho meminta saran mereka dan mereka mengatakan bahwa Ho harus mengejar cintanya. Akhirnya Ho memacu sepedanya untuk menyatakan perasaannya kepada Doc daaaaan... Mereka bertemu di jalan karena Doc pun ingin memberi tahu kabar untuk Ho. Ho berbicara terlebih dahulu, menyatakan perasaannya dengan kata-kata yang diajarkan ayahnya dan akhirnya mereka berciumaaan! Langka nih ciuman di film Thailand dengan rate R. Ternyata Ho bukannya ingin menyatakan cinta, melainkan ingin memberi tahu bahwa rahim Ho harus segera diangkat.

Cerita ditutup saat adik Ho direstui jadi gay dan ayah Ho kembali ke medan perang.

Overall, ceritanya ga berat dan Docnya lumayan, hihihi. Banyak banget adegan lucu sih, seperti Nana yang dihajar anak laki-laki atau saat dia bikin tutorial dandan, lalu saat Ho berkumpul dan menari-nari dengan 2 sahabat ceweknya. Banyak deh. Cuma emang ga gitu ngaruh ke plot utama dan ada saat-saat dimana penonton dibuat bingung dengan subplot yang nonsense. Ho juga menangis disaat-saat yang tidak tepat sehingga bikin gemes, hahaha. Inti ceritanya sama seperti film Thailand kebanyakan dengan alur yang bisa ditebak. Cukup salut buat Chompoo Araya yang bisa meninggalkan imagenya dan total jadi cewek innocent.

Harus ditonton buat Thai-movie lovers yang pengen ketawa-ketawa :)