Pages

Tuesday, May 29, 2018

Share D Table: Resto Gaul di Seoul

Ada tempat spesial di hati gue buat Seongsu, salah satu daerah di Seoul yang terkenal sebagai daerah hippy, social entrepreneurship dan kayanya akhir-akhir ini sering disebut sebagai daerah apartemennya member Super Junior. Tapi gue ga punya banyak alasan buat ke Seongsu, soalnya Seongsu ga sestrategis daerah nongkrong lain di Seoul. Susah banget ngajakin temen ke Seongsu, apalagi kalo mereka belum tau pesonanya Seongsu.

Beruntungnya ada tim @ayamtheexplorer yang bisa diajak 'ngabuburit' buka puasa. Kita pergi ke Seongsu sekitar setengah jam sebelum buka puasa, tanpa tujuan pasti. Kita hanya mau hunting tempat nongkrong. :)

Yak akhirnya ketemu tempat yang catchy banget menarik mata dari interior luarnya yang terbuka dan modern tapi bukan minimalis. Konsepnya segar dan menunya dari luar terlihat banyak. Masuk lah kita ke Share D Table.



Konsep yang ditawarkan sebenarnya mirip food court. Pemesanan dilakukan disatu tempat dan kemudian pesanan diambil di konter masing-masing gitu, sesuai jenisnya. Menunya beragam, tapi harganya sih ga murah. Anggep aja biaya foto-foto yaah hahaha.


Ini tempat cantik banget sampe-sampe gue curiga orang kesini emang tujuan utamanya buat nongkrong bukan makan.

menu Share D Table

Bentar, kayanya salah fokus, gue ceritain dulu tentang makanannya. Karena kita bertiga dan kita Korean style, kita pesan dua menu saja, pizza dan pasta. Pizza pilihan Alira adalah Gambereto Basil Pesto. Gamberri itu artinya udang, pesto itu saus pasta yang warna hijau. So gue membayangkan pizza warna hijau dengan toping udang dong. Buat pastanya, gue pesen Crab Rose Pasta. Rose ala Korea itu saus krim yang warnanya kepink-pinkan. 

Eh ternyata kedua perkiraan salah.


Gue gak baca caption. Si pizza ternyata pake ink squid dan si pasta tidak pink. Tapi rasanya superrrr. Puas banget karena faktor-faktor extra: semua pegawainya ramah dan mereka menyediakan saus sambal! Jiwa Indonesia gue langsung ke-trigger.



Puas makan, urusan foto-foto. Wah gue rasa ini tempat harus didiscover manusia yang bikin MV. So cool. Suasananya juga super cozy dan gue rasa jumlah manusia yang datang malam itu memang pas. Ga membuat kafe ini overcrowded, tapi juga ga sepi kaya kuburan. 



Gue belom kesampean cobain dessertnya tapi ini jadi catatan buat trip berikutnya!

Cara kesana: turun di Seongsu Station terus seinget gue sih exit 3 tapi bisa aja salah :) hahahaa



Monday, May 7, 2018

Colombo Cintaku

Gue gatau kenapa ngide banget ke Srilanka. Awalnya berdua sama Tyas, temen gue, tapi dia tiba-tiba batal. Yaudah. Jadi ga bisa bikin itinerary keluar kota soalnya sewa mobil pun budgetnya harus full ditanggung sendiri dan kebetulan gue bangkrut dari trip gue ke Australia-New Zealand.

Anyway! Sekilas info, Colombo ini banyak disinggahi pesawat-pesawat antar Asia Eropa. Soalnya letaknya emang strategis. Jadi gue rasa banyak banget flight dijam-jam aneh kaya jam 1-2 pagi. Flight gue dari Singapur sendiri sampenya jam 12 malem dan flight gue ke Frankfurt via Kuwait berangkat jam 3 pagi.

Berhubung sampenya tengah malem, ga mungkin eksperimen pake kendaraan umum. Gue harus atur order taksi. Akhirnya minta tolong tempat nginep gue buat orderin seharga $25. Uniknya Srilanka adalah semua diquote pake dollar tapi bayarnya pake Srilankan Rupee. Nah gue gatau kebiasaan ini dan gue ga nuker banyak uang di bandara. Padahal kurs bandara juga bagus huhu.

Independence Square

Skip detailnya, gue ngapain aja sih?
JALAN KAKI. JALAN-JALAN DI KOTA. Padahal maunya sih menikmati alam Srilanka, apa daya waktunya juga ga banyak boss jadi gue ga sempet kemana-mana. Tapi gue punya kesan yang sangat positif dengan Srilanka dan Srilankans.

Harga-harga murah. Orangnya baik dan gak suka cuit-cuit. Gue punya respek yang mendalam pada fakta bahwa gue bisa jalan dengan nyaman di pinggir jalan sendirian, sebagai cewe, tanpa takut ada abang-abang yang ngegodain. Tapi disaat gue butuh sesuatu, orangnya baik dan ramah buat bantu gue.

Gue super hati-hati naik tuk-tuk berhubung katanya banyak scam tuk-tuk. Namanya aja tuk-tuk tapi sebenernya mah bajaj. Tapi mayoritas tuk-tuk udah pake argo kok. Terus gue juga selalu stick sama aplikasi PickMe, yaitu gojeknya Srilanka yang pake tuktuk, bukannya motor. Cuma gue sempet ga bisa PickMe saat gue jalan dari Galle beach dijam pulang kantor. Dengan doa, gue pun menyetop tuk-tuk yang lewat...

bajaj ditengah hujan

Eh aman-aman aja. Endingnya abangnya bilang argonya rusak jadi dia pura-pura gatau itu berapa, padahal sih gue udah liat tarifnya. Kasih tips dikit, proper lah.


Tidak seperti pemikiran kebanyakan orang, lo bisa betah di Colombo atau Srilanka soalnya mereka lumayan bersih! Gue ga sempet main ke restoran lokal sih. Ini kebiasaan jelek Alira: gamau makan apapun kecuali bisa tanya dibuat dari apa. Gue emang phobia banget sama daging (merah) dan lebih baik kelaparan di Thailand daripada harus masuk ke restoran Thailand yang ga bisa Bahasa Inggris dan berujung body language terus salah order makanan dengan daging.



Colombo ini semacam Jakarta Kota. Ada modernnya, ada yang kurang berkembang juga. Nah disitulah gue menemukan dua atraksi yang berbeda. Mayoritas bisa berbicara Bahasa Inggris dan terlihat berpendidikan. Ya tapi ini cuma hasil penilaian 2 malam ya.

Foto grup rombongan study field

Pantai Galle dikala mendung

Gue sih paling suka sama Galle Beach. Sebenernya pantainya ga cantik, tapi disini lu bisa menemukan vibe paling Colombo menurut gue muehehe. Gue melihat banyak pembangunan di sekitar Pantai Galle dan agak sedih. Nanti pas balik ke Colombo lagi, masih sama gak ya wajahnya?

Kalo ditanya, worth gak sih transit di Srilanka terus jalan-jalan? Gue super rekomen! Soalnya masih banyak hal yang bisa dieksplor, meskipun kalo lu nginep di penginapan yang gue coba terus niat foto-foto gang dan suasana sekitar bakal keliatan kaya Bangkok atau Manila.

Gue belum selesai sama Srilanka. PASTI akan balik lagi. Berikutnya gue pengen main ke daerah timur Srilanka.

Thursday, May 3, 2018

Kamera Tersembunyi, Musuh di Korea

Bukan rahasia lagi bahwa Korea memang sangat akrab dengan kamera tersembunyi. Ada banyak penyalahgunaan kamera ditempat umum dan bisa ditebak, tujuan utamanya adalah untuk mengusik privasi orang alias NGINTIP!

Agustus tahun lalu, Presiden Korea menyerukan untuk menambah effort demi mengurangi dampak negatif hidden camera melalui biro persnya. Lo bisa liat beritanya disini. Selama 50 hari, tepatnya 1 July sampai 20 Agustus, ada 983 orang terkena kasus kamera tersembunyi. Sebel banget kan, hampir seribu karena musim panas anggapannya cewe-cewe pada berpakaian minim. Liat beritanya disini. Statistik lengkapnya ada disini.

diambil dari KoreaTimes
Pusing. Meski gue rasa gue bukan target karena orang sini punya standar kecantikan sendiri, gue tetep pusing.

Gue gatau isunya seserius apa sampe gue menemukan sign ini saat gue balik ke sekolah tahun 2018.

Sign di toilet KUBS
Font yang besar artinya "Dapat digunakan dengan aman" dan font Korea yang kecil "Sudah dicek dari kamera tersembunyi yang melanggar hukum". Stiker ini dipasang dipintu toilet cewe oleh BEM Fakultas Bisnis ke 51 dan "Orang-orang yang merasa terganggu" alias 불편한 사람들. Di stiker sih dibilang katanya bisa dicek cerita-cerita dari kaum yang merasa terganggu di Facebook.

Ini mengingatkan gue pada berita yang mengatakan bahwa universitas emang sasaran empuk kamera tersembunyi. Gue kira cuma di Ewha aja. Issue ini udah lama ada Ewha, setidaknya sejak gue datang ke Korea. Gue bisa paham karena itu universitas khusus perempuan. Gue lupa anak-anak di sekolah gue juga jadi sasaran predator... Hmmm.

Inilah mengapa HP di Korea ga bisa dimatiin bunyi shutter click kamera HPnya. Soalnya banyak penyalahgunaan. Ini juga alasan kenapa gue gamau beli HP di Korea. Ga kece kan punya iPhone dengan suara kamera nyaring. Anyway! Selalu waspada dimanapun dan kapanpun. Be alert!